Mengembangkan Pariwisata di Provinsi Aceh adalah salah satu dari sejumlah Proyek Infrastruktur Yang Direncanakan UEA di Negara Asia, setelah ditandatangani Nota Kesepahaman dengan Republik Indonesia untuk bekerja sama di Bidang Ekonomi Kreatif, Pariwisata, Pelestarian Lingkungan, dan Logistik. Setelah penandatanganan di Jakarta, Noura Al Kaabi, Menteri Kebudayaan UEA mengatakan bahwa UEA dan Indonesia adalah contoh dari Keragaman Agama, budaya, Toleransi dan Moderasi.
Mereka beroperasi untuk kepentingan bersama, terutama di Bidang Ekonomi Kreatif yang merupakan Pilar pertumbuhan Ekonomi yang berkelanjutan, Proyek Resor di Aceh tersebut dipelopori oleh Murban Energy UEA yang telah terlibat dalam Pengembangan Resor Mewah di Maladewa dan Seychelles. Resor itu akan menjadi yang pertama di Propinsi Aceh untuk saat ini, meskipun masih memiliki Akomodasi terbatas dalam Kategori berbintang, tetapi Rumah untuk Tamu dan Penginapan sudah umum dijumpai.
1 Membangun Kerjasama Proyek Infrastruktur
Kesepakatan Investasi yang mencakup Energi, Infrastruktur, dan Pertambangan telah dipandang sebagai Proyek terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan, Proyek pengembangan resor Pariwisata di Aceh mempunyai Nilai sekitar 4,3 Triliun sampai 7,2 Triliun, dan Proyek tersebut diharapkan akan dimulai di kabupaten Aceh Singkil pada Bulan Mei mendatang.
Aceh adalah Provinsi Semi-Otonom di ujung Barat laut Pulau Sumatera, dan merupakan satu-satunya wilayah di Indonesia bermayoritas Muslim yang masih memberlakukan Hukum Syariah. Beberapa pulau di lepas pantai utama Aceh telah diidentifikasi untuk resor tersebut, dan Perjanjian Proyek sudah ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dan Amine Abide, Direktur Eksekutif Murban Energy.
Menurut pernyataan Duta Besar Indonesia, Husin Bagis, Pertimbangan untuk mengembangkan Proyek di Aceh hanya berjarak 5 Jam dari UEA, dan Abide telah mengunjungi 9 Pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang masuk dalam Daftar Proyek. Menurut Al-Mazroui Perjanjian yang ditandatangani di Jakarta merupakan tindak lanjut dari Abu Dhabi Tahun lalu, yang melakukan kesepakatan sebesar 17,3 Triliun, antara Perusahaan logistik UEA Dubai Port (DP) World dan kelompok Maspion Indonesia untuk mengembangkan Pelabuhan dan Kawasan Industri di Gresik, Jawa Timur.
Kesepakatan lain juga ditandatangani pada Hari Jumat, termasuk Kesepakatan Produsen Senjata milik Negara Indonesia Pindad, dan Produsen Senjata kecil UEA Caracal untuk mengembangkan Senapan, Drone, dan Teknologi Sistem Pertahanan. LuLu Group International juga diperkirakan akan memasuki Negara Asia Tenggara, karena Presiden direkturnya yang menandatangani Perjanjian Sewa Properti untuk membuka Hypermarket di pinggiran Jakarta.
2 Meningkatnya Proyek Infrastruktur
Al-Mazroui adalah Pejabat Pemerintah tingkat tinggi pertama dari UEA yang mengunjungi Indonesia sejak penandatanganan perjanjian Koridor perjalanan aman bilateral. UEA telah mengumumkan sedang mempelajari Tindakan Investasi untuk Proyek Pembangunan Infrastruktur di Indonesia sebelum melakukan lebih banyak Dukungan Keuangan melalui dana kekayaan kedaulatan Negara Asia Tenggara.
Menteri Energi dan Infrastruktur UEA Suhail Al-Mazrouei dan delegasinya menandatangani beberapa kesepakatan bisnis, termasuk janji untuk mengembangkan resor Pariwisata di Provinsi Aceh, dan Rancangan Pengembangan Pelabuhan. Tindak lanjut dari kesepakatan Investasi senilai 331,2 Triliun yang ditandatangani selama kunjungan Presiden Indonesia, Joko Widodo ke Abu Dhabi pada Januari tahun lalu untuk mengembangkan Sektor Energi, Infrastruktur, dan Pertambangan yang disalurkan melalui Sovereign Wealth Fund.
UEA tertarik untuk melihat Aset Proyek Pembangunan Infrastruktur yang ditawarkan Indonesia melalui Lembaga Pendanaan baru yaitu, Abu Otoritas Investasi Dhabi yang membantu mendirikan, dan berfungsi sebagai Penasihat serta mengevaluasinya sebelum mengamankan Investasi. Komitmen UEA untuk Indonesia lebih dari sekadar Angka, mereka bekerja sama dalam penciptaan dana kekayaan kedaulatan, dan akan terus bekerja dengan Indonesia yang merupakan sifat Investasi UEA di setiap Negara.
Indonesia adalah Ekonomi Utama dan Ekonomi Islam terbesar yang dinamis dengan tingkat Pertumbuhan yang sangat baik. Otoritas Investasi Indonesia diluncurkan pada bulan Februari, dengan janji Pemerintah untuk menyuntikkan modal awal sebesar 76,7 Triliun hingga akhir Tahun. Salah satu prioritasnya adalah mengembangkan Proyek Infrastruktur yang menawarkan lebih banyak akses dan Konektivitas di wilayah kepulauan Indonesia yang luas, seperti Jalan Tol, Bandara, dan Pelabuhan Laut.
Pandjaitan mengatakan badan tersebut memiliki target untuk mengembangkan kumpulan Pembiayaan awal senilai 289,4 Triliun, dan telah menyiapkan Dana Induk, Dana Tematik untuk Investor asing yang ikut menyuntikan Modal. Pihak Pandjaitan telah mengamankan sekitar 137,4 Triliun dari investor sejak didirikannya Proyek tersebut. Menteri Ekonomi Indonesia, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa Korporasi Keuangan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (IDFC), dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) telah menyatakan minat untuk menyuntikkan masing-masing 28,9 Triliun dan 57,8 Triliun.
3 Menarik Perhatian Perusahaan Asing
Grup Investasi global Kanada CDPQ, dan Perusahaan Investasi Belanda APG, juga tertarik untuk memberikan Dana Tematik masing-masing hingga 28,9 Triliun dan 21,6 Triliun, dan Badan Dana Kekayaan Kedaulatan Singapura GIC yang belum mengungkapkan Jumlah Angka. Menurut Data Badan Koordinasi Penanaman Modal, Singapura menempati peringkat pertama dalam Daftar Penanaman Modal Asing (FDI) di Indonesia tahun lalu yang menyumbang hingga 34,1% dari keseluruhan FDI, dengan nilai Proyek sebesar 141,7 Triliun.
Toto Pranoto, Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, mengatakan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) dapat mengurangi ketidakseimbangan antara dana yang dibutuhkan untuk Proyek Pembangunan, dan kemampuan Pendanaan dalam Negeri. Hal itu juga akan mengurangi tekanan pada Perusahaan Pembangunan Infrastruktur milik Negara, yang telah berjuang untuk memompa Pendanaan ke Proyek dengan menerbitkan Obligasi Global. Mungkin INA dapat menjadi Katalisator untuk menarik Investor asing dalam menyuntikkan pembiayaan ke dalam Proyek-Proyek yang dapat menghasilkan keuntungan.