Setelah disucikan pada Tahun 1994, Pastor Tadeus Sam Anyeq mulai bekerja dengan Suku Dayak di Kalimantan Timur. Selama 25 Tahun dia telah meningkatkan kehidupan orang-orang Suku, Memasukkan Budaya dan Seni mereka ke dalam Gereja Katolik. Meskipun Karya Adalah Yang Terpenting Bagi Mereka, Dengan memasukkan Lagu yang berfokus pada Pelestarian Budaya, Musik, Bahasa, dan Tarian juga mereka masukan ke dalam Tradisi Gereja.
Sedangkan Karya Seni Lukis mereka dijadikan sebagai Arsitektur Gereja. Arti Kata Dayak berasal dari Daya, yang berarti Sungai yang dibentuk oleh Orang-Orang Tradisional, yang tinggal di sepanjang Tepi Sungai Besar di Pulau Kalimantan. Walaupun Nenek Moyang mereka adalah pendatang dari Provinsi Yunnan dari China Selatan, yang datang ke Kalimantan pada Abad ke-11. Pastor Anyeq (55 Tahun) melihat bahwa hal ini bergerak untuk melestarikan Budaya Dayak dalam Arsitektur Gereja.
Mimpinya terwujud ketika Uskup Agung Florentinus Sului dari Samarinda, Pastor Jemaat Misionaris Keluarga Kudus, Mengangkat Pastor Anyeq sebagai Pastor Paroki Gembala Baik dari Ritan Baru, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kata Pastor Anyeq, Dia ingin melestarikan Budaya Dayak karena itu adalah Identitas Masyarakat, Melalui Budaya mereka bisa memahami orang lain dan mereka bisa menawarkan Pastoral kepada orang lain.
Suku Dayak yang termasuk di antara 1.340 Suku di Indonesia itu, Adalah salah satu Suku Terbesar dan Tertua di Kalimantan. Suku yang memiliki lebih dari 6 Juta orang di seluruh Indonesia dan lebih dari 1 Juta orang yang tinggal di Kalimantan Timur. Suku itu juga memiliki Enam Marga besar yaitu Apokayan, Ot Danum, Iban, Murut, Klemantan dan Punan.
Mereka memiliki Ciri Budaya yang sama di bidang Seni Tari dan Pengrajin Tanah Liat, yang sebagian besar dari mereka adalah Petani. Suku ini pun masih menjalani Ritual Tradisional seperti Tiwah, Manajah Antang dan Mangkok Merah. Tiwah adalah sebuah Ritual dimana Masyarakat Suku berdoa kepada Leluhur dengan membawa Tulang Orang yang sudah Mati (Sandung) ke sebuah Rumah Suci, Diiringi dengan Tarian dan Musik.
Manajah Antang adalah Ritual untuk meminta Petunjuk, Terutama saat berada di Lokasi Musuh, Dengan bantuan Antang (Burung Elang). Mangkok Merah adalah Ritual yang menyatukan Persatuan seluruh Suku saat akan Diserang, Ketika Kepala Suku sudah engundang untuk Bersulang dengan Mangkok Merah, yang menandakan bahwa Perang sudah dekat dan semua orang Dayak harus Bersatu untuk Berperang. Pastor Anyeq mengatakan mereka juga memiliki Ritual lain, Seperti Berdoa kepada Puyang Gana (Penguasa Tanah) dan Raja Juata (Penguasa Air) untuk mendapatkan Berkah saat mereka membuat Ladang atau Membangun Rumah.
Mereka juga memiliki rumah adat yang disebut betang (rumah panjang), rumah yang dibangun dari kayu, dimana ruang dapur dibentuk menghadap ke sungai. Bagi Ayah Anyeq, Budaya Dayak harus dilestarikan karena memiliki Kaitan dan Nilai yang Kuat dengan Tuhan, Kehidupan Manusia dan Lingkungan. Ayah Anyeq juga berkata, Mereka harus mempertahankan nilai-nilai Budaya seperti kehidupan Keluarga, Kerjasama, Solidaritas, Persaudaraan dan Harmoni dengan Alam.
Mantan Ketua Komisi Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Samarinda. Dia mengatakan nilai-nilai ini dijalani dan dilakukan hingga sekarang, Seperti Ritual ketika orang Dayak membuat Ladang atau Membangun Rumah. Pastor Anyeq berkata tugasnya sebagai Imam adalah menjaga dan menerapkan Norma-Norma Adat dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat, yang sejalan dengan Semangat Vatikan II.
Kata Pastor Anyeq, Konsili Vatikan II telah menatap bahwa Ilahi mengungkapkan kehadirannya kepada orang-orang melalui Budaya. Oleh sebab itu Budaya mereka harus dilestarikan, Karena Budaya yang telah hilang berarti Identitas mereka juga telah hilang. Pastor Anyeq mengatakan kebanyakan orang Dayak di Kalimantan beragama Katolik, Alasan mereka memilih Katolik karena Budaya mereka dihormati dan nilai-nilai mereka selalu dipertahankan.
Mereka masuk Katolik karena mereka merasa nyaman dan disambut, Disana banyak juga yang menganut Agama Islam. Mereka tidak mengakui diri mereka sebagai orang Dayak, Melainkan sebagai Suku Melayu atau Banjar. Selain Katolik dan Islam, Ada pula orang Dayak yang beragama Protestan, Budha atau menganut kepercayaan Tradisional yang disebut Kaharingan.
Upaya Pelestarian Pastor telah berdampak pada Gereja dan Umat Katolik Dayak di Keuskupan Agung Samarinda, Banyak yang menikmati nyanyian dan Tarian Dayak dalam bentuk Karya Seni. Pastor Anyeq mengatakan Umat Katolik Dayak merasa bangga karena Budaya mereka diterima di Gereja.
Pastor Anyeq menyadari itu sebagai Amanat dari Konsili Vatikan II tentang Inkulturasi, Bahwa Gereja harus membaur dengan Masyarakat dan Budaya mereka. Kebanyakan Gereja di Keuskupan Agung telah menggunakan Seni Dayak dan Pola Lukisan untuk Dekorasi serta Pakaian Pendeta seperti Chasuble dan Stola.
Kaum Muda katolik Dayak semakin mencintai Budaya mereka dan merespon dengan baik, Imam mereka telah melibatkan banyak Pemuda dengan menggelar Acara Budaya di desa-desa. Salah satu hal yang membuatnya bangga terhadap Budaya Dayak adalah walau masyarakatnya sedikit, Masyarakat juga bisa hidup berdampingan dengan Orang Tionghoa, Jawa, Melayu dan Floren.
Abraham Ajang Kedung, Seorang Tokoh Katolik Dayak mengapresiasi upaya Pastor Anyeq dalam mempromosikan Budaya mereka, Dia berterima kasih kepada Pendeta yang telah membantunya dan orang Dayak yang sudah mengetahui identitasnya. Dia berharap Budaya Dayak menjadi salah satu Aset Gereja dan dapat menginspirasi banyak Generasi di Waktu yang akan Datang.