Lumba-Lumba menghadapi Tekanan yang semakin besar saat Pembangunan Interior memakan Kalimantan, Tetapi Mereka Tetap Berusaha Melindungi Habitatnya. Lumba-Lumba Irrawaddy Air Tawar (Orcaella Brevirostris) yang Terancam Punah, Secara Lokal dikenal sebagai Pesut, Merayap di Perairan Dangkal berlumpur, Berusaha mati-matian untuk tetap Mengapung dalam Air setinggi Dua Kaki.
Danielle Kreb, Manajer Program Ilmiah di Yayasan Konservasi Spesies Akuatik Langka Indonesia (YK-RASI), Sangat memahami Pemandangan itu, Dia menduga Perubahan Iklim berada di Gejala Permukaan Air yang tiba-tiba membuat Lumba-Lumba tidak Sadar. Nelayan Lokal Melaporkan Ikan terdampar tersebut kepadanya untuk diselamatkan dengan Bantuan rekan-rekannya dan Relawan Komunitas yang Antusias.
Banyaknya Motivasi Masyarakat setempat untuk membantu Lumba-Lumba, Mereka Bersama-sama telah mengurangi Separuh kematiannya dengan menyelamatkan yang terdampar dan melepaskannya dari Jaring Nelayan. Organisasi seperti YK-RASI Berusaha Keras Melindungi Lumba-Lumba dari Perluasan Industri, yang semakin jauh ke Pedalaman Pantai di Provinsi Kalimantan Timur yang Berkembang Pesat di Indonesia.
Hanya Sedikit Habitat Alami yang Aman dari Dampak Pembangun, Studi terbaru menunjukkan Populasi Lumba-Lumba di Provinsi itu Mengalami Tekanan. Sungai Mahakam yang Melengkung sejauh 610 Mil adalah bagian Jantung Hutan Hujan Tua Kalimantan yang Subur, Satwa seperti Orangutan, Badak dan Gajah juga masih Hidup Berdampingan. Melewati Perkebunan Kelapa Sawit, Tambang Terbuka dan Pekarangan Kayu, Hingga Endapan Terpecah ke Selat Makassar di Pantai Timur Pulau. Itu adalah Jalur Kehidupan bagi Masyarakat yang Bertani di sepanjang tepiannya dan menangkap Ikan di Saluran Danau Dangkal di Rawa Gambutnya.
Tempat Perlindungan Utama Lumba-Lumba Irrawaddy Air Tawar adalah Bentangan 58 Mil di tengah-tengah Mahakam, Antara Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Barat. Meskipun Mayoritas Spesies Tersebar di Perairan Pantai di seluruh Asia Selatan, Lumba-Lumba Mahakam mewakili Satu dari Tiga Populasi Sungai di Dunia, Dua lainnya ditemukan di Sungai Mekong dan Irrawaddy.
Perkiraan Populasi Terbaru menunjukkan lebih dari 80 Lumba-Lumba yang tersisa di Mahakam, Dengan Lima hingga Enam Anak yang Lahir setiap Tahun. Bukti dari Penelitian DNA menegaskan bahwa mereka secara Genetik berbeda dari Lumba-Lumba Irrawaddy, yang mengalami Perpindahan dengan Cepat sejauh 75 Mil ke Selatan yang Hidup di Sepanjang Pantai dan Teluk Balikpapan, Kota Pelabuhan.
Stanislav Lhota, Ahli Primata di Universitas Ceko Life Sciences, yang telah Bertahun-Tahun Meneliti Kehidupan Liar Kalimantan Timur mengatakan Pemisahan Sumber Daya dan Perluasan Industri Kalimantan Timur mendukung sebagian dari Sisa Lahan Hutan Tropis Indonesia. Meskipun ada Tekanan Kuat dari Aktivitas Manusia, Habitat Alami Provinsi tersebut tetap sangat Beragam dan mencakup Dataran Rendah serta Hutan Pegunungan, Hutan Gambut, Lahan Basah yang luas, Bakau dan Lautan Karang.
Menurut Global Forest Watch, Meskipun Indonesia telah mencatat Penurunan Tingkat Kehilangan Hutan selama Tiga Tahun Terakhir, Peningkatan yang mengkhawatirkan terus berlanjut di Kalimantan Timur, Peningkatan sebesar 43% terjadi selama Tahun 2018 hingga 2019, Provinsi tersebut kehilangan 1,13 Juta Hektar dan 2,8 Juta Hektar dari Hutan Hujan Primernya.
Hilangnya Hutan yang cepat berhubungan dengan Fokus Ekonomi Lokal pada Bisnis Pertanian dan Pemisahan Sumber Daya. Provinsi tersebut mengubah Zona Hutan Dataran Rendah yang sangat luas untuk Penggunaan lain dalam Rencana Tata Ruangnya yang Baru, yang mungkin akan mempercepat Hilangnya Hutan dan Merusak Ekosistem di sekitarnya.
Pemerintah Indonesia siap untuk menjadikan Kalimantan Timur sebagai Kekuatan Ekonomi dan Industri. Industri Pengambilan Kekayaan Alam yang sedang Berkembang, Seperti Pertambangan Batu Bara, Budi Daya Kelapa Sawit dan Penebangan. Jadwal untuk Memperluas Usaha di sepanjang Ekonomi Kalimantan adalah salah Satu dari Enam Area Fokus untuk ditargetkan dalam Rencana Induk Pemerintah Tahun 2011-2025 dalam membangkitkan Aktivitas melalui Peningkatan Semua Fasilitas Transportasi.
Provinsi Kalimantan merupakan Rumah Bagi Industri Kertas yang Berkembang Pesat, Dengan Lahan Luas yang ditentukan seperti Perkebunan Akasia dan Kayu Putih. Perhatian adalah Cara Mengurangi Dampak Masalah dari Industri yang Berkembang secara Bersamaan. Adanya banyak Industri yang Berkembang di Kawasan tersebut, Setiap Industri memiliki Dampak lingkungannya Sendiri dan membutuhkan Solusi yang berbeda.
Semua Jenis Tekanan yang terjadi berarti tidak ada yang ditangani dengan Baik karena di luar Kapasitas Pemerintah dan LSM. Lumba-Lumba menunjukkan Bukti kekhawatiran, Mempercepat Perkembangan Industri di Provinsi itu telah menyebabkan Kerugian yang dapat diukur pada Lumba-Lumba Irrawaddy di Teluk Balikpapan.
Para Peneliti yang dipimpin oleh Kreb telah melakukan Survei Jangka Panjang terhadap Lumba-Lumba itu, Dengan Menerbitkan Temuan mereka di Frontiers in Marine Science. Studi yang membentuk Survei Penelusuran Lokasi berbasis Kapal selama lebih dari 15 Tahun, Kreb melakukan Wawancara dengan Nelayan Lokal dan Data dari Jaringan Pelaporan Mamalia Laut Lokal yang Terdampar.
Mereka menemukan bahwa Lumba-Lumba Teluk Balikpapan sedang dikurung ke Daerah Pedalaman yang terpencil di Teluk, Karena Perluasan Wilayah Industri yang melanggar Habitat Inti mereka. Hambatan Utama Studi adalah Kebisingan Bawah Air yang disebabkan oleh Lalu Lintas Pelayaran yang mengakses Pelabuhan dan Pabrik Minyak yang Ramai di Kota Balikpapan.
Kreb mengatakan, Kapal yang memasuki Teluk Balikpapan semakin Besar, Dengan banyaknya Kapal yang masuk ke Teluk dapat mencegah Lumba-Lumba menyebar di Daerah itu, Termasuk Spesies Berdarah Panas lainnya, Karena Lumba-Lumba Irrawaddy sangat Peka terhadap Kebisingan Bawah Air, yang mungkin menghambat Aktivitasnya untuk mencari Makan dan Bersosialisasi.
Lumba-Lumba juga berada di bawah Ancaman dari Bahan Pencemaran Konstruksi Pantai dan Tumpahan Minyak dari Pabrik di dekatnya. Penebangan Bakau yang akan dijadikan sebagai tempat Pembibitan Ikan dalam Budi Daya Perairan dan Prasarana, Sama dengan mengurangi Makanan bagi Lumba-Lumba, Dampaknya mungkin melampaui Populasi Lumba-Lumba. Sebuah Studi di Global Ecology and Conservation menemukan bahwa Habitat Hutan Pesisir, Monyet Bekantan di Teluk Balikpapan Menyusut dari Tahun 2000 sampai 2017. Pendorong Utama di Balik Kehancuran itu adalah Pengolahan Industri Kelapa Sawit, Pabrik Minyak dan Pabrik Biodiesel.
Pembangunan menelan Habitat Lumba-Lumba di Sungai Utama sampai ke Pedalaman, Pembangunan di Daerah Aliran Sungai Mahakam sangat berdampak pada Populasi Lumba-Lumba Air Tawar Irrawaddy. Sungai merupakan Titik Akhir dari dampak Pembukaan Lahan, Limbah Pertambangan dan Peningkatan Lalu Lintas Pelayaran.
Perairan Lumba-Lumba Mahakam Irrawaddy awalnya habis saat Rawa dan Lahan di sepanjang Anak Sungai dibuka untuk Perkebunan Kelapa Sawit, Hilangnya Area dan Ketinggian Air membuat Ikan tidak memiliki tempat untuk Pemijahan. Mungkin Lumba-Lumba tidak lagi terlihat di Daerah itu, Karena Penggunaan Pestisida dan Herbisida yang biasanya terkait dengan Budi Daya Kelapa Sawit telah menyebabkan Masalah untuk Kehidupan Lumba-Lumba.
Selama Periode Air Tinggi, Bahan Kimia Beracun juga Bocor ke Sungai yang menyebabkan Iritasi Kulit pada Lumba-Lumba. Studi YK-RASI tentang Kualitas Air di Habitat Inti Lumba-Lumba menemukan bahwa tingkat Kontaminasi Logam Berat mencapai 23 Kali Lipat melebihi Standar Minimum. Jika Bahan Pencemaran mencapai Sungai akan mempengaruhi Kehidupan Lumba-Lumba, Bahan Pencemaran tersebut juga akan mempengaruhi Masyarakat yang bergantung pada Sumber Daya Air Sungai, Kata Pradarma Rupang dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur.
Perusahaan Tambang Batu Bara yang diizinkan menggunakan Sungai untuk kebutuhan mereka, Sangat berdampak bagi Habitat Muara di Teluk Balikpapan. Lumba-Lumba Air Tawar juga harus bertahan dengan Lalu Lintas Pengiriman Hasil Tambang yang terus meningkat di sepanjang Sungai. Sejak 2016, Kapal Tongkang Kontainer Raksasa telah melewati Sungai Samarinda untuk mengakses lebih banyak Daerah terpencil saat Tambang baru dibuka. Kreb mengatakan, Kapal tersebut bahkan melewati Anak Sungai yang Sempit, Menghancurkan Lebar Saluran Sungai yang Secara Efektif memecah Habitat Lumba-Lumba dan menghalang Migrasi Ikan Air Tawar.
Kapal Batu Bara Raksasa juga berdampak pada Nelayan Lokal yang tidak bisa lagi Memanen Hasil Tangkapan di Bentangan Sungai tempat mereka menangkap Ikan. Satu-satunya tempat berlindung Habitat Utama Lumba-Lumba Muara hanya ada di bagian Atas Teluk Balikpapan, yang kini berada langsung di Jalur Perluasan. Rencana untuk Memperluas Kawasan Industri Balikpapan melibatkan Pembukaan Hutan Pantai Skala Besar dan Pemerintah yang memindahkan Ibu Kota Baru Indonesia ke Wilayah Utara antara Kota Balikpapan dan Samarinda, akan mengubah Wilayah tersebut dengan Industri.
Jika Pembangunan Perkotaan Meluas hingga 30 Km dari Inti Ibu Kota Baru yang diperkirakan Pemerintah akan terjadi pada Tahun 2045, dan menghasilkan Jejak Tanah seluas 226.000 Hektar atau 558.500 Hektar. Mungkin Ibu Kota Baru akan Mengganggu Taman Hutan Raya Bukit Soeharto dan dapat meningkatkan Pemerasan Sumber Daya dengan memindahkan Aktivitas Kelapa Sawit dan Pertambangan ke Hutan yang lebih terpelihara ke dalam Pulau.
Pradarma mengatakan Visi Pemerintah Pusat untuk Pemulihan Pandemi memprioritaskan Pengambilan Sumber Daya Alam yang lebih banyak dari Daerah yang sudah banyak dieksploitasi, Sehingga meningkatkan tekanan pada Ekosistem yang Rapuh. Pemerintah Daerah juga sudah memberikan 625 Izin Pertambangan di Kutai Kartanegara.
Mungkin Keuntungan Ekonomi dari Pertambangan itu tidak sampai ke Masyarakat Lokal, Namun Sumber Air mereka Tercemar dan Hutan mereka digunduli. Operasi Pertambangan kemungkinan akan meningkat di Wilayah tersebut setelah disahkannya Undang-Undang Deregulasi dan Undang-Undang Pertambangan yang diresmikan pada Awal Tahun.
Dampak Infrastruktur dari Jalan dan Rel Kereta Api yang direncanakan dan sedang berlangsung juga akan di Utamakan. Proyek Infrastruktur di Kalimantan akan mengurangi Konektivitas Panjang di Kawasan itu dari 80% menjadi 55%. Kemungkinan Besar akan berdampak Serius pada Populasi Spesies, Penebangan Legal dan Ilegal, Penjajahan Tanah, Penambangan Ilegal dan Perburuan Satwa Liar yang akan semakin cepat mengakses ketika Tepi Hutan baru terbuka.
Inisiatif Komunitas adalah Harapan Di Kutai Kartanegara, Mereka berkumpul untuk Melindungi Habitat Inti Lumba-Lumba di Mahakam. Di Awal Tahun, 27 Desa dan Pemerintah Daerah menandatangani Kesepakatan untuk Membangun Kawasan Lindung yang mencakup Hamparan Habitat Inti Lumba-Lumba sepanjang 93 Km dan 43.000 Hektar untuk Hutan termasuk Rawa yang akan dilindungi dari Pembangunan.
Penangkapan Ikan akan dikendalikan oleh Sistem Zonal untuk mengurangi Keterikatan Lumba-Lumba di Jaring Insang dan Pemancingan Listrik Ilegal. Zona Penangkapan Ikan dibentuk melalui Konsultasi Erat dengan Para Nelayan dan Penjaga Sungai yang membantu Memantau dan Mengatur Aktivitas Penangkapan Ikan.
Kreb mengatakan Orang-Orang yang Tinggal di sepanjang Sungai sangat memperhatikan Kawasan Lindung karena mereka merasa Kawasan itu akan Melindungi Sumber Daya Ikan, Bagi mereka Melindungi Habitat Lumba-Lumba akan membantu banyak Spesies lain yang Terancam Punah seperti Buaya Siam, Ikan Pari Raksasa Air Tawar dan Penyu ikut Terlindungi, Bahkan Satwa Liar seperti Orangutan, Bekantan dan 300 Spesies Burung juga Berlindung di Kawasan Lindung tersebut.